Penangkapan 4 orang pimpinan/ ketua organisasi mahasiswa kota Medan (GMNI, PMII, HIMMAH, KAMMI ) telah memasuki hari kelima. Namun para aktivis, baik pengurus, kader, anggota biasa, anggota muda, hingga alumni (senior) dari keempat organisasi tersebut masih bungkam. Demikian juga dengan kelompok Cipayung Plus, seperti HMI, GMKI, PMKRI, KMHDI, HIKMAHBUDHI, IMM, pun belum bersuara. Begitu juga dengan organisasi intra universiter seperti BEM, PEMA, SENAT, HMJ pun belum bereaksi.
Mengapa solidaritas di antara aktivis mahasiswa tidak ada lagi? Tentu banyak faktor yang menjadi penyebabnya. Eksklusivitas organisasi mahasiswa yang dipengaruhi para senior (alumni) turut menjadi pemicunya. Ada kelompok aktivis mahasiswa yang diseret- seret para alumni (senior) ke sana- sini, akhirnya membuat aktivis mahasiswa tidak solid. Akibatnya ketika sebagian aktivis salah langkah, yang lain tidak peduli. Mereka saling membiarkan karena tidak lagi memiliki “musuh” bersama.
Salah satu penyebab “perpecahan” di kelompok aktivis mahasiswa saat ini adalah eksklusivitas dan arogansi para alumni (senior) organisasi tertentu dalam rekrutmen penyelenggara Pemilu dari tingkat pusat hingga daerah. Pengalaman buruk para alumni (senior) sampai ke organisasi mahasiswa. Bagi yang berhasil menjadi jumawa, yang kalah (dikalahkan) menabung amarah, menunggu giliran membalas dendam. Akibatnya gerakan mahasiswa rapuh, tidak memiliki agenda bersama, akhirnya main sendiri- sendiri, dan mudah dijebak.
Maka kasus ini sejatinya diungkap secara terang benderang, mencari siapa aktor intelektualnya. Aktor intelektual pemberi ide melakukan aksi, aktor intelektual memberi uang (menjebak), dan aktor intelektual pahlawan yang ingin menjadi fasilitator penghubung semua kepentingan. Hal tersebut perlu diungkap untuk melacak siapa penulis skenario, produser, sutradara, dan para aktor permainan tersebut. Sebab sandiwara ini harus segera diakhiri.
Jika penangkapan mahasiswa berkaitan dengan aksi sebelumnya, apa hubungan aksi dengan pemerasan? Siapa pejabat yang mudah diperas mahasiswa? Dosa apa yang dimilki pejabat sehingga takut dan mau diperas mahasiswa? Bolehkah pejabat membawa uang bertemu mahasiswa? Uang yang dijadikan suap tersebut dari mana sumbernya? Uang dari kantong pribadi atau dari kas negara/ daerah? Hal- hal tersebut harus dibuka terang benderang.
Sebagai negara hukum, maka berlaku asas praduga tak bersalah. Setiap orang wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan. Maka kata “suap” atau “pemerasan” masih bersifat dugaan. Demikian juga dengan tindakan penangkapan dan penahanan keempat aktivis mahasiswa tersebut harus sesuai KUHAP. Dalam batas waktu tertentu harus dibuka dan dijelaskan status hukum dari para mahasiswa tersebut. Tidak boleh gantung, untuk dijadikan sandera demi membungkam pikiran kritisnya.
Sutrisno Pangaribuan
Senior (Alumni) Gerakan Mahasiswa
Politisi PDIP
Editor: Budi
T#g:GMNIHimmahKAMMIPMIIpemerasan